News & Events
Kasus Penistaan Agama di Indonesia. Seperti Apa?

Kasus penistaan agama atau penodaan agama bukan hal yang baru Indonesia. Tidak hanya di tahun 2000-an, kasus semacam ini juga pernah terjadi di era 90-an dan bahkan 60-an. Kasus ini bisa terjadi secara sengaja maupun tidak.
Dalam artian, kasus yang terjadi bisa saja penyebabnya oleh pernyataan atau perbuatan seseorang yang tidak tersadarkan telah menyakiti umat beragama tertentu. Atau, justru pernyataan atau perbuatan tersebut memang sengaja oleh pelaku untuk menyerang beberapa pihak.
Hukum Penistaan Agama
Tidak afdol rasanya jika kita tidak membahas hukum penistaan saat kita membahas kasus penistaan agama. Hukum penistaan agama sendiri merupakan suatu hukum yang mendapat rancangan guna mereka yang kerap melakukan penistaan terhadap suatu agama tertentu.
Hukum tersebut biasanya penerapannya di beberapa negara yang penduduknya bermayoritas penganut agama yang kuat. Indonesia menjadi salah satu negara tersebut.
Hukum Kasus Penistaan Agama di Indonesia
Di Indonesia, hukum penistaan agama di Indonesia diatur dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun isi pasal tersebut adalah:
- Setiap orang dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penistaan terhadap suatu agama. Terutama agama-agama yang masyarakat Indonesia anut. Pelaku yang melakukan tindakan tersebut akan mendapatkan pidana penjara selama 5 tahun.
- Jika penistaan secara tertulis atau melalui media elektronik, pelaku akan mendapatkan hukuman penjara selama 6 tahun.
Daftar Kasus Penistaan Agama di Indonesia
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kasus penodaan agama di Indonesia bukan hal baru. Sudah banyak kasus itu terjadi di negara kita. Beberapa di antaranya adalah:
Kasus Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama (2016)
Bisa jadi ini adalah salah satu kasus penistaan agama yang cukup viral pada saat itu. Kasus ini bermula dari potongan video pidato Ahok yang saat itu masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Saat itu,ia tengah melakukan sosialisasi di Kepulauan Seribu dan menyampaikan pidato kepada warga di sana. Dalam potongan video itu, ia berujar:
“Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak-ibu enggak bisa pilih saya, ya, kan? Dibohongin pake surat Al Maidah surat 51 macam-macam gitu. Itu hak bapak-ibu. Ya. Jadi, kalo bapak-ibu, perasaan enggak bisa pilih, nih, karena takut masuk neraka, dibodohin gitu, ya, enggak apa-apa….”
Pernyataan di atas dianggap menistakan ayat Al-Qur’an (khususnya Al-Maidah ayat 51) oleh sebagian pihak. Atas pernyataannya itu, ia mendapat dakwaan pasal penistaan agama dan divonis 2 tahun penjara pada 9 Mei 2017. Vonis tersebut lantas mengundang reaksi dari berbagai pihak.
Adapun salah satunya adalah dewan HAM PBB Kawasan Asia. Mereka menyayangkan vonis penjara terhadap Ahok dan meminta pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang pasal penistaan agama yang ada di KUHP.
Kasus Lia Eden alias Lia Aminuddin (2006)
Pada tahun 2005, Indonesia sempat terkejut oleh kehadiran Lia Aminuddin alias Lia Eden. Saat itu, ia mengklaim telah mendapatkan wahyu dari malaikat Jibril. Ia pun juga sudah mendapatkan pengikut lewat kerajaan Takhta Suci Kerajaan Tuhan yang ia bangun.
MUI yang meneliti pergerakan Lia eden menilai bahwa ajaran Lia Eden termasuk ajaran sesat. Setelah penelurusan, rupanya ajaran Lia Eden tersebut sudah ada sejak tahun 1997 silam.
- Pernyataan Lia Eden yang mengklaim dirinya pernah malaikat Jibril datangi. Padahal, menurut Fatwa MUI yang merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits, Malaikat Jibril tidak mungkin turun lagi setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
- Ajaran Lia eden yang menyimpang dari ajaran Islam. Misalnya: shalat dalam dua bahasa, memperbolehkan makan babi, serta melakukan ritual suci seperti menggunduli kepala atau membakar tubuh.
Lia pun resmi mendapatkan vonis penjara selama 2 tahun pada Juni 2006. Setelah bebas, ia kembali ke markas kerajaannya yang di Jalan Mahoni, Jakpus, pada tahun 2008. Menariknya, ia kembali dipenjara di tahun yang sama bersama sejumlah pengikutnya. Ia lantas mendapatkan hukuman penjara selama 2,5 tahun.
Ia kembali bebas pada tanggal 15 April 2011. Menariknya, ia tidak kapok dipenjara dan akan terus menyebarkan ajarannya. Pada 2021 kemarin, Lia Eden meninggal dunia di kediamannya.
Kasus Arswendo Atmowiloto (1990)
Penulis dan wartawan mendiang Arswendo Atmowiloto sempat didakwa kasus penodaan agama. Dakwaan tersebut didapat akibat survey “50 Tokoh yang Dikagumi Pembaca” terbitan tabloid Monitor. Sebuah media cetak tempat Arswendo bekerja saat itu.
Pada survei itu, sosok Nabi Muhammad SAW berada di peringkat 11. Satu peringkat di bawah Arswendo yang menempati posisi 10. Survei itu lantas memicu protes dari para tokoh Muslim.
Akibat protes tersebut, Arswendo pun lantas meminta maaf secara resmi melalui siaran televisi pada 19 Oktober 1990. Monitor tempat Arswendo bekerja pun juga menulis permintaan pada sejumlah media pada saat itu.
Sayangnya, permintaan maaf yang ia lontarkan tidak dapat memadamkan protes dari beberapa pihak. Selepas permintaan maaf tersebut, unjuk rasa terjadi di depan kantor Monitor dan membuat kantor media cetak itu rusak.
Unjuk rasa tersebut membuat Monitor berhenti terbit pada 23 Oktober 1990. Tiga hari setelah Monitor berhenti terbit, Arswendo resmi ditahan polisi. Pada bulan April 1991, ia mendapat dakwaan melakukan tindakan subversi dan dihukum penjara selama lima tahun.
Pengadilan menyatakan bahwa seharusnya Arswendo saat itu langsung menyunting hasil survei tabloid Monitor. Hal itu dilakukan untuk menghindari protes dari masyarakat, terutama dari pembaca yang masih muda.
Kasus HB Jassin (1968)
Barangkali ini adalah kasus penodaan agama tertua di Indonesia. Pada kasus ini, majalah Sastra binaan HB Jassin menerbitkan sebuah cerpen berjudul “Langit Makin Mendung”. Cerpen karya Kipanjikusmin itu anggapannya telah menghina Nabi Muhammad SAW.
Majalah Sastra dan Kipanjikusmin pun lantas mendapatkan protes dari berbagai pihak. Atas protes itu, Kipanjikusmin meminta maaf secara resmi yang penerbitannya pada majalah Kami.
Walaupun sudah meminta maaf, polemik akibat cerpen tersebut masih berlanjut. Sejumlah polemik itu akhirnya membuat HB Jassin mendapat hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun penjara.
Kesimpulan
Kasus penistaan agama atau penodaan agama bukan barang baru di negara ini. Bahkan untuk kasus ini sudah terjadi bahkan sejak 1968 silam. Kasus penodaan agama sendiri kini sudah mendapat pengaturan dalam 156a KUHP. Contoh kasusnya sendiri cukup banyak, dan kami sudah memaparkan beberapa kasus viral di antaranya.
Supaya kita tidak terjerat dalam kasus semacam itu, alangkah baiknya kita berhati-hati menjaga sikap. Terutama terhadap orang yang berbeda agama dengan kita.
Sekian artikel kami kali ini. Mudah-mudahan bermanfaat untuk Anda sekalian. Jika Anda ingin belajar soal hukum lebih dalam, Anda bisa melanjutkan pendidikan Anda dengan kuliah hukum di STIH IBLAM. Kami menjamin pendidikan hukum berkualitas untuk setiap mahasiswa kami. Sehingga mahasiswa kami bisa memiliki pemahaman hukum di Indonesia secara mendalam, serta mampu jadi praktisi hukum yang baik.
Jika ingin tahu lebih lanjut mengenai sekolah hukum IBLAM, segera hubungi kontak Official WhatsApp IBLAM.
Berita dan Event Lainnya
Lihat Semua >
Berapa Besarnya Biaya Kuliah Hukum? Berikut Rinciannya!

Mengenal Jenis-jenis Negosiasi dalam Ranah Hukum
