Celah Hukum atau Loopholes Beserta Contohnya di Indonesia

Dec 7, 2023 | Berita | 0 comments

Celah hukum atau loopholes adalah celah yang terdapat dalam ketentuan atau peraturan yang isinya masih belum sepenuhnya dapat mengantisipasi segala kemungkinan terjadinya tindakan untuk menghindari maksud dari ketentuan tersebut tanpa melanggar materi ketentuannya. Apa saja contoh kasusnya? Simak penjelasan berikut.

Contoh Kasus Celah Hukum di Indonesia

Peraturan hukum memang merupakan buatan manusia yang kadang memiliki celah. Adanya celah ini bisa menjadi masalah dalam penegakan hukum. Beberapa contoh celah pada aturan hukum di Indonesia, antara lain:

Pengampunan Pajak/Tax Amnesty

Adanya UU tax amnesty memang terlihat menguntungkan bagi orang-orang yang menyembunyikan kekayaannya. UU ini secara umum bisa mendorong orang-orang untuk kemudian membayar pajak yang sebelumnya tidak mereka bayarkan.

Namun ini juga bisa membuat negara terlihat lemah terhadap pihak-pihak yang sebelumnya tidak taat hukum. Undang-undang ini juga tidak memasukkan koruptor dan wajib pajak yang mempunyai kekayaan besar tapi tidak patuh dan transparan dalam pembayaran pajak pada subjek yang dikecualikan.

Pengecualian untuk amnesti pajak ini hanya pada wajib pajak yang sedang dalam penyidikan, proses peradilan, atau yang menjalani hukuman terkait perpajakan. Sementara itu wajib pajak orang kaya yang tidak transparan dalam pembayaran pajak beserta koruptor malah bisa mendapatkan amnesti pajak.

Undang-undang tax amnesty tersebut terkesan hanya memperhatikan kebutuhan ekonomi saja. Ini malah cenderung memberikan keleluasaan bagi para penjahat keuangan.

Undang-Undang tentang Yayasan

Pada tahun 2019, Ketua GNPF menjadi tersangka atas dugaan penyalahgunaan rekening dan pencucian uang. Ini terkait dengan aliran dana yang berasal dari Yayasan Keadilan untuk Semua ke GNPF.

Menurut UU No. 18 Tahun 2001 jo. UU No. 28 tahun 2004 menjelaskan tentang Yayasan. Celah hukum pada aturan ini yaitu pengurus bisa mengambil untung dari yayasan. Selain itu tidak menjelaskan bahwa sumbangan harus detail terkait dengan sumbernya. Ada baiknya jika ingin terbebas dari masalah pencucian uang maka sumbernya harus detail. Perlu ada pencatatan bahwa sumbangan tidak berasal dari tindak pidana.

Pelanggaran Lalu Lintas

Pelanggaran lalu lintas banyak terjadi. Para pelaku kadang memanfaatkan celah pada aturan serta penegakan hukumnya. Ini bisa terjadi misalnya dengan pelaku melakukan pemalsuan dokumen terkait kelaikan jalan kendaraannya. Penegak hukum kadang tidak melakukan pemeriksaan secara detail sehingga meloloskan para pelanggar. Belum lagi jika ada petugas yang melakukan korupsi.

Gratifikasi dan Celah Korupsi

gratifikasi celah hukum korupsi

Pasal gratifikasi UU Tindak Pidana Korupsi No 20/2001 menyebutkan bahwa penerima gratifikasi bisa bebas dari tuntutan asal melaporkan gratifikasinya kepada Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi, dengan jangka waktu tidak lebih dari 30 hari. Ini mengesankan bahwa orang boleh mendapat suap asalkan segera melaporkannya atau orang dapat terbebas dari tuntutan pidana hanya dengan melapor dan mengembalikan gratifikasinya.

Pelaporan terkait gratifikasi ini juga kurang efektif. Hanya ada sedikit saja yang melaporkan gratifikasi. Laporan yang sedikit bukan berarti tidak ada gratifikasi.

Di negara-negara lain pasal terkait melaporkan gratifikasi ini tidak ada. Penegak hukum hanya membuktikan apakah seseorang menerima gratifikasi. Jadi ini bisa mencegah terjadinya gratifikasi pada para pejabat dan asn.

Selain itu, tidak ada juga peraturan bagi perantara di luar penyelenggara negara. Undang-undang hanya fokus pada pihak yang menerima saja. Tidak ada aturan terkait yang memberikan.

Penyelewengan Dana Sosial

Kasus penyelewengan dana sosial pernah menjadi viral pada kasus ACT. Lembaga filantropi tersebut mendapat sorotan karena kabar bahwa pengelolanya memakai donasi untuk kepentingan pribadi. Pengelola ACT melakukan pemotongan donasi yang berlebihan.

Di dalam PP No. 14 Tahun 2014 tentang pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ada aturan terkait hak amil. Biaya operasional penerapannya sesuai dengan syariat Islam. Ini mempertimbangkan aspek seperti produktivitas, efektivitas, dan efisiensi.

Dalam aturan tersebut tak ada standar batas kewajaran untuk pemotongan biaya operasional tersebut. Meskipun dalam fatwa MUI ada angka 12,5% dari harta zakat, tapi bukan merupakan hukum positif.

Pernikahan Beda Agama

Celah pada aturan hukum untuk keabsahan pernikahan terdapat pada Pasal 21 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ini sering menjadi landasan pasangan beda agama untuk mendapatkan pengakuan keabsahan dan pencatatan perkawinan.

Celah tersebut semakin lebar sejak adanya Undang-undang 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Di sini menyebut pencatatan perkawinan terlaksana bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan. Perkawinan yang penetapannya oleh pengadilan tersebut berarti pernikahan antar umat yang berbeda agama.

Adanya undang-undang tersebut menjadi kontradiktif dengan peraturan perundangan yang lain. Indonesia sendiri tidak mengakui adanya pernikahan beda agama. Menurut Pasal 2 ayat (1) UU Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan, “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu.”

Mengatasi Adanya Celah Hukum

Adanya undang-undang dan peraturan pemerintah menjadi dasar untuk penegakan hukum. Namun aturan tersebut juga kadang tidak bisa mencakup semua kondisi. Ini yang membuat ada celah untuk melakukan pelanggaran atau penyelewengan tanpa ada dasar hukum yang kuat.

Tak hanya bagi pelaku, penegak hukum juga kerap melakukan penyimpangan. Apakah itu dari pihak kepolisian atau pengadilan, ada saja yang berusaha untuk mengakali aturan yang ada.

Pembuatan undang-undang sendiri melalui proses yang kadang cukup lama. Anggota DPR sebagai pembuat undang-undang bisa memiliki kepentingan masing-masing sehingga isinya menjadi tidak objektif. Begitu juga dengan peraturan pemerintah yang dapat tidak sempurna sebagai sebuah aturan hukum.

Pembuatan undang-undang bisa memperhatikan masukan dari berbagai pihak. Adanya studi banding ke luar negeri seharusnya bisa memberikan manfaat. Ada banyak peraturan di luar negeri yang menghindari celah penyimpangan sehingga bisa menjadi contoh.

Terkait masalah tersebut, pihak masyarakat maupun pakar hukum sebenarnya bisa melakukan gugatan ketika merasa ada peraturan yang kurang tepat. Pengajuan gugatan tersebut bisa melalui Mahkamah Konstitusi. Nantinya pihak MK yang akan memberikan keputusan apakah menolak atau menerima gugatan tersebut.

Pihak pemerintah dan DPR juga bisa melakukan revisi atau menambah peraturan. Ini bisa menjadi solusi ketika ada celah dalam aturan hukum tersebut. Masyarakat juga bisa menekan pemerintah melalui kritik maupun demonstrasi.

Pembuat undang-undang seharusnya bisa mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi terkait apa yang mereka buat. Masyarakat juga perlu kritis terkait aturan yang bermasalah. Ini bisa membantu untuk mengatasi adanya celah hukum. Pihak penegak hukum juga seharusnya mampu mendukung dengan menjalankan tugasnya tanpa adanya penyimpangan.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *