Hukum Menghina Presiden di Indonesia dan Contoh Kasusnya

Feb 5, 2024 | Berita | 0 comments

Masyarakat saat ini memiliki kebebasan untuk berpendapat dan melakukan kritik terhadap pemerintah. Namun tetap saja kritikan tersebut tidak boleh sampai melanggar aturan sehingga lebih kepada penghinaan. Menghina presiden atau pemerintahan di Indonesia memiliki dasar hukum tersendiri. Pelaku bahkan bisa mendapatkan hukuman penjara jika terbukti melakukan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden.

Dasar Hukum Penghinaan Presiden di Indonesia

Presiden sebagai kepala negara memang menjadi sosok yang seharusnya dihormati oleh masyarakat. Tapi di negara demokrasi, warga negara juga memiliki hak untuk mengkritik pemerintahan terutama kebijakannya.

Batasan antara kritik dan penghinaan kadang menjadi hal yang menjadi perdebatan. Tak heran jika kemudian banyak yang mempertanyakan terkait dengan dasar hukum penghinaan presiden. Apalagi pelaku bisa mendapatkan hukuman pidana jika terbukti.

Hukum menghina presiden di Indonesia termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pada pasal 218 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang yang menyerang kehormatan/harkat dan martabat presiden atau wakil presiden bisa mendapat pidana penjara. Hukuman penjara bagi pelaku yaitu paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak kategori IV.

Di pasal lainnya yaitu pada pasal 219 juga menjelaskan tentang masalah menyebarluaskan informasi penyerangan kehormatan presiden atau wapres melalui media gambar, tulisan, rekaman, atau melalui sarana teknologi. Pelaku yang dimaksud dalam pasal ini bisa mendapat pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda kategori IV.

Jadi penghinaan bisa dalam berbagai bentuk, apalagi di zaman teknologi seperti saat ini. Banyak masyarakat yang kurang bijak dalam menggunakan teknologi seperti sosial media.

Pada pasal 240 ayat 1 KUHP menyebutkan tentang penghinaan kekuasaan umum atau lembaga negara secara lisan atau tulisan di muka umum. Pelaku bisa mendapatkan hukuman pidana berupa penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau denda maksimal kategori II. Jadi penghinaan yang mendapat hukuman negara tidak hanya pada presiden saja tapi juga lembaga negara.

Pada pasal 241 ayat 1 juga menyebutkan terkait penyebaran tulisan, gambar, rekaman, serta penyebarluasan sarana teknologi informasi berisi penghinaan lembaga negara. Pelaku bisa mendapat hukuman penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal kategori IV.

Penghinaan pada pemerintah memang menjadi hal yang terus menjadi perdebatan apakah perlu untuk mendapatkan hukuman pidana seperti itu. Apalagi jika batas kritik dan penghinaan kadang menjadi tidak jelas sehingga bisa menyerang balik kebebasan berpendapat.

Masyarakat sendiri memang seharusnya bisa melakukan kritik secara bijak dan beretika. Apalagi di era sosial media seperti saat ini. Semua orang dapat membuat tulisan, gambar, video, atau media lainnya dan menyebarluaskannya dengan mudah. Jika malah memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi sesat dan penghinaan tentu bisa mengakibatkan ancaman pidana.

Kasus Menghina Presiden di Indonesia

Kasus-kasus penghinaan presiden di Indonesia bisa menjadi cerminan bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku. Ada beberapa pelaku yang bisa lolos dan ada juga yang mendapat hukuman pidana. Banyak juga dari kasus ini yang malah terjerat pasal ITE. Kasus-kasus ini juga perlu masyarakat ketahui sehingga bisa melakukan kritik dengan tepat dan tidak melanggar pasal penghinaan.

Menghina dan Mengedit Gambar Presiden di Sosial Media

Seorang siswa SMK menjadi tersangka karena menghina dan mengedit gambar presiden. Ia terjerat UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Melalui akun media sosial Facebook, pelaku kerap memposting status yang berisi hinaan terhadap polisi dan presiden. Polisi kemudian melakukan penangkapan terhadap pelaku. Pelaku mengaku melakukan hal tersebut karena tidak puas dengan kinerja presiden.

Membuat Coretan Penghinaan Presiden di Tiang Jalan Tol

Polisi menangkap pria yang diduga melakukan penghinaan presiden dan kapolri. Penangkapan tersebut terjadi karena pelaku menulis hinaan berupa coretan pada tiang dan kontainer yang ada di bawah jalan tol. Pelaku sendiri tidak bisa menyebutkan motif apa yang membuatnya melakukan tindakan tersebut. Setelah pengetesan, ternyata pelaku positif menggunakan narkoba amfetamin.

Menyebarkan Foto Presiden dengan Kalimat Pornografi

Kasus lainnya yang juga termasuk dalam menghina presiden yaitu penyebaran foto presiden bersama seorang artis perempuan. Bersama dengan foto tersebut juga terposting tulisan yang mengandung unsur pornografi. Pelaku akhirnya menjadi tersangka kasus penyebaran konten pornografi.

Penyebaran Ujaran Kebencian dan Hoax Tentang Presiden

Polisi melakukan penangkapan terhadap pria yang kerap memposting unggahan berisi ujian kebencian dan informasi bohong terkait presiden. Ia mengedit foto-foto presiden dan mengunggahnya di akun media sosial. Foto editan tersebut diduga mengandung unsur penghinaan presiden.

Penyebaran Konten Kebencian, SARA, dan Penghinaan Presiden

Pada Agustus 2017, polisi melakukan penangkapan terhadap seorang yang kerap memposting ujaran kebencian di sosial media. Tak hanya mengunggah postingan terkait penghinaan terhadap presiden tapi juga pada parpol dan ormas. Ia juga menyebarkan berita bohong dan rasisme. Penyidik bekerja sama dengan beberapa ahli bahasa terkait perkara ini.

Penghinaan Presiden Melalui Berita

Seorang redaktur koran terjerat kasus penghinaan terhadap presiden pada tahun 2003. Ia beberapa kali menulis judul berita yang diduga mengandung unsur penghinaan pada presiden. Pelaku kemudian diadili dan mendapatkan hukuman penjara selama 6 bulan. Pengadilan menggunakan KUHP Pasal 137 ayat 1 tentang perbuatan menyiarkan tulisan atau lukisan yang menghina presiden atau wapres untuk mengadilinya.

Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki undang-undang tersendiri terkait penghinaan presiden. Berbeda dengan negara seperti Amerika Serikat yang tidak mempermasalahkan terkait penghinaan presiden. Di sana warga yang melakukan penghinaan terhadap presiden bukan berarti melakukan tindak pidana. Asalkan pendapat mereka tersebut tidak mengancam keselamatan nasional maka tidak menjadi masalah.

Beberapa kasus yang terkait dengan menghina presiden dan lembaga negara di Indonesia kerap menggunakan dasar hukum yang berbeda. Ada yang lebih menggunakan dasar hukum UU ITE karena berada di ranah media sosial. Beberapa kasus juga meloloskan pelaku dari hukuman pidana.

Sebagai warga negara tentunya akan lebih baik jika menyampaikan kritik dengan cara yang beretika. Kritik tersebut bisa langsung mengarah kepada kebijakan atau perilaku bukan pada penghinaan dan personal dari pemegang kekuasaan. Pihak pemerintah juga sebaiknya tidak anti kritik sehingga terjadi keseimbangan dalam demokrasi.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *